Rendang: Manifestasi simbolik tatanan sosial dan politik Minangkabau
Rendang: The symbolic manifestation of social and political orders of Minangkabau
DOI:
https://doi.org/10.37134/peradaban.vol13.8.2018Keywords:
Rendang, bahan rending, cara memasak rendang, Adat MinangkabauAbstract
Makalah ini menggambarkan manifestasi simbolik tatanan sosial dan politik Minangkabau di Rendang, hidangan tradisional Minangkabau. Bahan rendang adalah simbol tatanan sosial Minangkabau, dan cara memasaknya adalah simbol tatanan politik mereka. Berdasarkan bahan, dibuat dengan mengumpulkan empat bagian bahan utama, yaitu daging (dagiang), cabe (lado), kelapa (karambia), dan rempah-rempah campuran lainnya (pemasak). Semua bahagian adalah simbol tatanan sosial Minangkabau. Daging adalah simbol pemimpin (Niniak Mamak), cabai adalah simbol dari ulama Islam (Alim Ulama), kelapa adalah simbol intelektual (Cadiak Pandai), dan rempah-rempah campuran lainnya (pemasak) adalah simbol dari masyarakat majmuk Minangkabau. Berdasarkan cara memasak, dimasak dengan menggunakan wajan besi yang diletakkan di atas bentuk segi tiga andiron. Di dalam perapian, kayu api dipasang melintang untuk menghasilkan nyala api yang bagus. Cara ini akan menghasilkan rendang yang bagus, dan semua cara adalah simbol dari tatanan politik Minangkabau. Triangle andiron adalah simbol dari institusi adat Minangkabau yang terdiri dari Niniak Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai. Lembaga ini disebut Limbago Tungku Tigo Sajarangan atau Tali Tigo Sapilin. Kayu api melintang adalah lambang gagasan orang. Api adalah simbol media konsultasi (musyawarah), dan rendang adalah hasil konsultasi (mufakat).
This paper describes the symbolic manifestation of social and political orders of Minangkabau in Rendang, a traditional dish of Minangkabau. The ingredients of rendang are the symbol of the social order of Minangkabau, and the ways of cooking it are the symbol of their political order. Based on the ingredient, it made by gathering four parts of key ingredient, thus are meat (dagiang), chilli (lado), coconut (karambia), and the other mixture spices (pemasak). All parts are the symbol of the social order of Minangkabau. Meat is the symbol of the leader (Niniak Mamak), the chilli are the symbol of the Islamic scholar (Alim Ulama), the coconut is the symbol of intelectuals (Cadiak Pandai), and the other mixture spices (pemasak) is the symbol of the plural society of Minangkabau. Based on the ways of cooking, it is cooked by using an iron wok that putted above the triangle shape of andiron. Inside the fireplace, the fire-woods are putted crosswise to make a good flame. These ways will produce nice rendang, and all the ways are the symbols of the political order of Minangkabau. Triangle andiron is the symbol of the custom institution of Minangkabau that comprises Niniak Mamak, Alim Ulama, and Cadiak Pandai. This institution is called Limbago Tungku Tigo Sajarangan or Tali Tigo Sapilin. The crosswise fire-wood is the symbol of people ideas. The flame is the symbol of consultation media (musyawarah), and rendang is the result of the consultation (mufakat).
Keywords: Rendang, The Ingredients of Rendang, The Social Order of Minangkabau, The Ways of Cooking Rendang, The Political Order of Minangkabau.
Downloads
References
Amir. (2007). Adat minangkabau: Pola tujuan hidup orang Minang. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya.
Anwar, Chairul. (1997). Hukum adat Indonesia: Meninjau hukum adat minangkabau. Jakarta: Rineka Cipta.
Bolewski, Wilfried. (2008). Diplomatic processes, and cultural variations: The relevant of culture in diplomacy. The Whitehead Journal of Diplomacy, and International Relations. Winter/ Spring 2008: 145-160.
Budiwirman. (2012). Songket sebagai hermeneutika adat di Minangkabau. Laporan Penelitian tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Padang.
Edison dan Sungut. (2010). Tambo minangkabau: Budaya, dan hukum adat di minangkabau (Seri adat, dan budaya minangkabau). Bukit Tinggi: Kristal Multimedia.
Gani, Erizal. (2009). Kajian terhadap landasan filosofi pantun minangkabau”. Jurnal Bahasa dan Seni. Vol. 10, No. 1, Tahun 2009: 1-10. Gani, Rita. (2012). Filosofi Tungku Tigo Sajarangan dalam sistem pemerintahan Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional: Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal. Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman.
Hakimy, Idrus. (1978). Pokok-pokok adat alam minangkabau. Bandung: CV Rosda Karya.
Hakimy, Idrus. (1997). Rangkaian mustika adat basandi syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Idris, Nurwani. (2012). Kedudukan perempuan, dan aktualisasi politik dalam masyarakat matrilinial minangkabau. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik. Vol. 25, No. 2, Tahun 2012: 108-116.
Irwandi. (2010). Pergeseran hukum adat dalam pemanfaatan tanah ulayat kaum di kecamatan banu hampu kabupaten agam provinsi Sumatera Barat. Tesis tidak untuk dipublikasikan. Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Jamna, Jamaris. (2004). Pendidikan matrilineal. Padang: Guna Tama.
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar ilmu antropologi. Jakarta PT. Rineka Cipta.
Kramsch, Claire. (1998). Language and culture. Oxford: Oxford Uviversity Press.
Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau. (2000). Bunga rampai pengetahuan adat minangkabau. Padang: Yayasan Soko Batuah. Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau. (2002). Adat basandi syarak, syarak basand kitabullah. Padang: Surya Cipta Offset.
Naim, Mochtar. (1968). Menggali hukum tanah, dan hukum waris Minangkabau. Padang: Sri Dharma NV.
Naim, Mochtar. (1984). Merantau: Pola migran suku minang. Jogjakarta: UGM Press.
Navis, A. A. (1984). Alam takambang jadi guru. Jakarta: Grafiti Pers.
Rustiyanti. (2014). Estetika randai, analisis tekstual, dan konterkstual. Jurnal Seni, dan Budaya MUDRA. Vol.29, No.1, Mei 2014: 213-221.
Sila, Muhammad Adlin. (2010). Lembaga keuangan mikro dan pengentasan kemiskinan: kasus lumbung pitih nagari di Padang. Jurnal Sosiologi MASYARAKAT. Vol. 15, No. 1: 1-19.
Suarman, Arifin, B., Chan, S. et al. (2000). Adat minangkabau nan salingka hiduik. Padang: Duta Utama.
Yunus, Yasril. (2013). Aktor kultural dalam pemerintahan terendah di Sumatera Barat (Posisi Ninik Mamak dalam struktural adat dan penyelenggaraan pemerintahan formal). Humanus. Vol. 12, No. 1: 21-32.
Zakia, Rahima. (2011). Kesetaraan, dan keadilan gender dalam adat minangkabau. Kafa’ah: Journal of Gender Studies. Vol. 1 (1): 39-52.